Sejarah pasar tradisional di Indonesia masih sangat jarang ditulis. Padahal pasar tradisional merupakan tempat jual beli yang sangat penting dan dekat dengan kehidupan masyarakat Indonesia, seperti halnya di Kabupaten Malang. Setiap kecamatan di Malang pasti terdapat pasar sebagai pusat kegiatan ekonomi, salah satunya Pasar Bululawang. Bagaimana menulis sejarah pasar tradisional tersebut? Cara sederhana dan mudah berikut ini dapat diterapkan dalam proses menulis sejarah pasar.
Pertama, temukan sumber primer: bisa berupa sumber lisan mau pun tulisan. Sumber lisan bisa digali dengan cara wawancara dan langsung berbaur di pasar (observasi). Di Pasar Bululawang, ada seorang pedagang es campur yang sudah berdagang sejak beliau masih remaja. Beliau adalah Aspali (82 tahun), mengaku meneruskan dagangan kedua orangtuanya sampai sekarang. Menurutnya, pasar Bululawang sudah ada sejak sebelum 1930.
Sebelum tahun 1945, Pasar Bululawang masih sangat ramai. Banyak pedagang China yang menguasai pasar tersebut. Masa kejayaan pasar tersebut tak pernah terulang kembali sampai sekarang sejak meletusnya perang gerilya. Banyak pedagang lama yang menjual kiosnya ke pedagang baru. Hanya tersisa Aspali yang sudah berdagang di pasar tersebut sejak sangat lama. Menurutnya, pasar ini kalah bersaing dengan pasar lainnya di Malang selatan.
Pemerintah Kolonial Belanda membangun pasar tersebut dengan kayu trembesi. Sisa-sisa kayu tersebut masih ada sampai sekarang. Tapi sekitar tahun 1993, pasar ini dibangun dengan tembok. Sampai sekarang pasar ini belum mengalami renovasi lagi, bahkan di seberang jalan pasar masih terdapat bangunan dari masa kolonial.
Sumber primer lain dapat diperoleh dari Kantor Pasar. Kebanyakan pasar tradisional dibangun pada masa kolonial Belanda, termasuk pasar Bululawang. Luas Pasar ini adalah 5742 m2. Pada masa orde lama, pasar ini juga diramaikan dengan adanya pasar hewan dan sepeda. Namun karena kedua pasar tersebut dipindahlokasikan, akhirnya pasar hewan dan sepeda tidak berkembang lalu gulung tikar.
Kedua, cari sumber sekunder. Sumber tersebut dapat ditemukan di perpustakaan jika ada. Sumber lain mengenai sejarah pasar tradisional Bululawang masih sangat jarang. Untuk itu, penulisan sejarah pasar tradisional sangat penting sebagai sumbangan bagi ilmu pengetahuan.
Ketiga, dokumentasikan. Perkuat penulisan sejarah pasar dengan gambar, denah pasar dan foto. Dalam penulisan Sejarah Pasar Bululawang ini, penulis dapat menemukan denah pasar yang baru dibuat tahun 2006 dan mendokumentasikan dinding kayu trembesi sisa bangunan awal pasar yang masih ada hingga kini.
Menulis sejarah pasar tradisional adalah hal yang menyenangkan, menambah wawasan mengenai sejarah lokal dan menumbuhkan kepekaan sosial. Terlebih lagi, pasar tradisional saat ini tengah berjuang di tengah gencarnya pembangunan supermarket dan pasar modern lainnya. Padahal ribuan pedagang menggantungkan hidupnya pada keramaian pasar tradisional. Menurut sejarahnya, pasar tradisional menyumbang banyak hal dalam bidang ekonomi dan pembangunan. Sepantasnya pembangunan pasar tradional tetap diutamakan sebagai pasar yang membumi bagi rakyat Indonesia.
Pertama, temukan sumber primer: bisa berupa sumber lisan mau pun tulisan. Sumber lisan bisa digali dengan cara wawancara dan langsung berbaur di pasar (observasi). Di Pasar Bululawang, ada seorang pedagang es campur yang sudah berdagang sejak beliau masih remaja. Beliau adalah Aspali (82 tahun), mengaku meneruskan dagangan kedua orangtuanya sampai sekarang. Menurutnya, pasar Bululawang sudah ada sejak sebelum 1930.
Sebelum tahun 1945, Pasar Bululawang masih sangat ramai. Banyak pedagang China yang menguasai pasar tersebut. Masa kejayaan pasar tersebut tak pernah terulang kembali sampai sekarang sejak meletusnya perang gerilya. Banyak pedagang lama yang menjual kiosnya ke pedagang baru. Hanya tersisa Aspali yang sudah berdagang di pasar tersebut sejak sangat lama. Menurutnya, pasar ini kalah bersaing dengan pasar lainnya di Malang selatan.
Pemerintah Kolonial Belanda membangun pasar tersebut dengan kayu trembesi. Sisa-sisa kayu tersebut masih ada sampai sekarang. Tapi sekitar tahun 1993, pasar ini dibangun dengan tembok. Sampai sekarang pasar ini belum mengalami renovasi lagi, bahkan di seberang jalan pasar masih terdapat bangunan dari masa kolonial.
Sumber primer lain dapat diperoleh dari Kantor Pasar. Kebanyakan pasar tradisional dibangun pada masa kolonial Belanda, termasuk pasar Bululawang. Luas Pasar ini adalah 5742 m2. Pada masa orde lama, pasar ini juga diramaikan dengan adanya pasar hewan dan sepeda. Namun karena kedua pasar tersebut dipindahlokasikan, akhirnya pasar hewan dan sepeda tidak berkembang lalu gulung tikar.
Kedua, cari sumber sekunder. Sumber tersebut dapat ditemukan di perpustakaan jika ada. Sumber lain mengenai sejarah pasar tradisional Bululawang masih sangat jarang. Untuk itu, penulisan sejarah pasar tradisional sangat penting sebagai sumbangan bagi ilmu pengetahuan.
Ketiga, dokumentasikan. Perkuat penulisan sejarah pasar dengan gambar, denah pasar dan foto. Dalam penulisan Sejarah Pasar Bululawang ini, penulis dapat menemukan denah pasar yang baru dibuat tahun 2006 dan mendokumentasikan dinding kayu trembesi sisa bangunan awal pasar yang masih ada hingga kini.
Menulis sejarah pasar tradisional adalah hal yang menyenangkan, menambah wawasan mengenai sejarah lokal dan menumbuhkan kepekaan sosial. Terlebih lagi, pasar tradisional saat ini tengah berjuang di tengah gencarnya pembangunan supermarket dan pasar modern lainnya. Padahal ribuan pedagang menggantungkan hidupnya pada keramaian pasar tradisional. Menurut sejarahnya, pasar tradisional menyumbang banyak hal dalam bidang ekonomi dan pembangunan. Sepantasnya pembangunan pasar tradional tetap diutamakan sebagai pasar yang membumi bagi rakyat Indonesia.